Durasi: ± 8–10 menit
Setting: Bandung akhir 80-an
---
Segmen 1 – Keberangkatan (0:00–1:00)
Narasi:
"Namaku Arif. Anak desa biasa, dari keluarga sederhana. Hari itu, aku meninggalkan kampung untuk menjemput mimpi… kuliah di universitas ternama di Bandung."
Visual: Terminal bus desa. Arif berpakaian sederhana, membawa tas kain dan koper tua.
Ibu menepuk bahu Arif sambil menahan air mata.
Dialog ibu: “Nak… di kota nanti, jangan lupa makan. Jangan cuma belajar, ya…”
Arif: “Iya, Bu. Doakan Arif kuat.”
Bus berangkat, Arif melambaikan tangan.
---
Segmen 2 – Tiba di Bandung (1:01–2:30)
Narasi:
"Bandung… kota besar yang dulu hanya ada di mimpiku. Tapi kenyataannya, di sinilah perjuangan dimulai."
Visual: Arif turun dari bus di terminal Leuwi Panjang, menenteng koper, bingung mencari alamat kos-kosan.
Arif melihat papan harga kos:
Dialog Arif (lirih): “Dua ratus ribu sebulan… uangku cuma cukup sebulan makan…”
Saudara yang dihubungi menolak:
Suara telepon: “Maaf, Rif, rumah penuh.”
Saat bingung, bertemu Heri, teman sekampung.
Heri: “Rif, ikut aku aja. Ada kos gratis dari pemerintah daerah, buat anak-anak kayak kita.”
---
Segmen 3 – Kos Gratis yang Sederhana (2:31–3:30)
Narasi:
"Kos itu bukan istana. Tapi di sanalah aku punya atap, dan teman seperjuangan."
Visual: Bangunan kos sederhana, ranjang besi bertingkat, meja belajar panjang untuk bersama.
Arif terbiasa makan tempe-tahu, mie instan, dan berjalan kaki ke kampus.
Malam hari, belajar ditemani lampu redup.
---
Segmen 4 – Pertemuan Pertama (3:31–4:30)
Narasi:
"Hidupku yang sederhana… tiba-tiba berubah ketika aku bertemu dia."
Visual: Di perpustakaan, Arif membantu seorang mahasiswi (Ratna) mengambil buku di rak tinggi.
Ratna: “Makasih ya… eh, kamu Arif kan? Anak Matematika?”
Arif: “Iya… kamu Ratna, kan? Anak Ekonomi?”
Mereka berbincang ringan tentang tugas kuliah.
Arif diam-diam terpesona.
---
Segmen 5 – Hubungan yang Tumbuh (4:31–5:30)
Narasi:
"Kami sering bertemu. Di perpustakaan… di kantin… di kegiatan kampus. Dan entah sejak kapan, dia menjadi bagian dari hari-hariku."
Visual montage: Makan bersama di kantin, belajar kelompok, tertawa bersama.
Adegan di taman kampus:
Ratna: “Kita resmi pacaran, ya?”
Arif: (tersenyum malu) “Iya…”
---
Segmen 6 – Rahasia Terbongkar (5:31–7:00)
Narasi:
"Aku kira… semua akan baik-baik saja. Sampai rahasia itu sampai ke telinga ayahnya."
Visual: Ayah Ratna menerima laporan dari orang suruhan.
Ayah Ratna (marah): “Anak miskin? Dari desa? Apa yang kamu pikirkan, Ratna!”
Ratna: “Ayah, dia baik, rajin, dan…”
Ayah: “Diam! Kalau kau terus bersamanya, kuliahmu aku hentikan!”
---
Segmen 7 – Intimidasi (7:01–8:30)
Narasi:
"Mereka bilang cinta butuh perjuangan… tapi tak pernah kubayangkan perjuangan itu berdarah-darah."
Visual: Malam hari, Arif pulang dari kerja paruh waktu di warung kopi.
Dua pria menghadangnya di gang sepi.
Pria 1: “Kamu Arif? Jauhi Ratna kalau mau selamat.”
(Salah satu mendorong Arif ke tembok, memukul perutnya.)
Arif jatuh, terbatuk, namun tidak membalas.
Visual: Arif berjalan pulang dengan baju sobek dan wajah memar.
---Segmen 8 – Hook Episode 2 (8:31–9:00)
Narasi:
"Malam itu… aku sadar. Aku bukan hanya melawan restu. Aku melawan kekuasaan yang tak terlihat… tapi nyata menekan."
Visual: Arif duduk di ranjang kos, membuka baju yang robek. Tangannya meraba memar di perut.
Arif melihat sebuah amplop coklat terselip di bawah pintu kosnya.
Ia memungutnya, menatap ragu.
Visual close-up: Tangan Arif mulai membuka segel amplop, tapi… layar gelap.
Teks di layar: Bersambung… Episode 2
Komentar