Siapa yang belum kenal Ki Yusuf Ansor, bagi pecinta wayang tentu kenal dengan anak muda ini, karena namanya sudah tenar di kalangan penggemar wayang kulit. Dalang Cilik Asal Gunung kidul ini Dianggap Mirip Ki Seno Nugroho terutama suaranya dalam menirukan suara Panokawan Gareng, Petruk dan Bagong.
Yusuf sering mengikuti Sang Legenda menjadikan Bagong sebagai salah satu tokoh sentral dalam pementasan. Ini salah satu pagelaran wayang kulit dengan dalang ki Yusuf Ansor di suatu desa.
Pada suatu pagelaran wayang yang ke sekian kalinya. Iringan musik disambut nyanyian enam pesinden yang duduk di sisi kanan layar tempat pergelaran wayang berlangsung.
Di tengah-tengah kelir duduk anak berusia 15 tahun mengenakan pakaian Jawa dengan keris yang terselip di bagian punggung.
Muhammad Yusuf Anshor Khairudin tampil di tanah kelahirannya untuk peringatan syawalan.
Sebelum pentas dimulai, Yusuf menerima gunungan yang diserahkan oleh Lurah Katongan, Jumawan. Setelahnya, ia kembali duduk dan mencabut gunungan di tengah-tengah layar sebagai penanda pertunjukan wayang telah dimulai.
Ratusan penonton yang duduk di depan panggung antusias menonton pertunjukan yang berdurasi 5,5 jam ini. Alur cerita wayang tidak berbeda jauh dengan lakon lain, mulai dari pembukaan awal cerita yang kemudian diselingi hiburan limbukan.
Di sela-sela inti cerita juga terselip hiburan goro-goro atau limbukan yang berkolaborasi dengan para sinden untuk menghibur penonton.
Kala itu Yusuf mengambil lakon Wahyu Kamulyan yang bercerita tentang perjalanan Pandawa mendapatkan wahyu untuk ketenteraman dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Pentas ini adalah salah satu lakon dari belasan cerita wayang yang telah dibawakan anak pasangan Karyanto-Sutarmi itu.
Meski waktu itu masih duduk di Kelas VIII SMP, Yusuf sudah mahir memainkan wayang sesuai dengan karakter dari masing-masing tokoh.
Suaranya juga sudah seperti orang dewasa dan disebut-sebut mirip dengan almarhum Ki Seno Nugroho. Kemiripan paling kentara terlihat saat membawakan tokoh Bagong. Cengkok suara mereka hampir sama. Jenis wayang yang digunakan juga sama, yakni Bagong dengan mata melotot tanpa baju dan hanya menggunakan celana kolor warna merah.
Ia juga sering menjadikan anak terakhir Ki Lurah Semar ini sebagai tokoh utama cerita dalam lakon yang dibawakannya.
Yusuf tak canggung pada saat tampil bersama pesinden tenar Elisha Orlarus Alaso atau pelawak kondang asal Gunung Kidul, Mbah Waluyo.
“Saya manggung pertama kali di Kalurahan Jatiayu [Karangmojo]. Saat itu diminta oleh paman yang kebetulan juga sebagai seorang pekerja seni,” kata Yusuf
Kecintaan Yusuf pada wayang sudah terlihat sejak dia berusia tiga tahun atau pada 2010 lalu. Kala itu dia melihat video almarhum Ki Sugino, dalang asal Banyumas.
Ki Yusuf Ansor mulai aktif menjadi dalang semenjak Ki Seno Nugroho menginggal dunia, sejak saat itu, Yusuf sering diundang untuk menjadi dalang.
“Saya belum pernah lihat Dalang Seno manggung secara langsung. Saya melihatnya hanya melalui Internet dan Youtube yang menjadi media pembelajaran saya sebagai dalang,” ungkapnya.
Meski disebut mirip dengan Ki Seno Nugroho, Yusuf menilai hal tersebut hanya anggapan orang. Ia ingin menemukan jati diri sendiri sebagai seorang dalang, tanpa embel-embel mirip dalang lain, seperti Ki Seno meskipun secara pribadi dia mengidolakannya.
Sejak tampil pertama kali saat Lebaran 2021, Yusuf sudah melalui belasan panggung. Penampilan tak hanya di Gunungkidul, tapi juga sudah merambah sampai Cangkringan di Sleman.
“Saya juga diundang tampil di rumah Gusti Yudho di Kota Jogja,” kata Yusuf.
Peralatan yang dipakai masih sewa, mulai dari wayang hingga gamelan. Pada saat akan pentas, ia mencari pinjaman ke dalang lain. Hal ini bisa dimaklumi karena dalam dirinya tidak ada garis keturunan dalang. Yusuf mengaku punya paman, sebagai pengrawit atau penabuh gamelan.
“Itu pun hanya campursari dan paman inilah yang pertama kali menyuruh mendalang,” katanya.
Dari hasil mendalang, Yusuf mulai mengumpulkan koleksi wayang satu demi satu tokoh. Ia pun bermimpi bisa memiliki perlengkapan sendiri mulai dari wayang hingga gamelan.
“Memang butuh proses dan biayanya besar. Misal untuk satu wayang seperti tokoh Kartomarmo harganya mencapai Rp 800.000 dan untuk tokoh lain seperti Werkudara bisa jutaan rupiah. Padahal, tokoh wayang jumlahnya ratusan,” katanya.
Menurut dia, sewa perlengkapan gamelan hingga wayang mencapai 3 juta rupiah untuk sekali pentas. Yusuf tidak mematok harga pasti untuk manggung karena semua bergantung dengan bintang yang diundang.
Sulis Priyanto mengatakan Yusuf adalah salah satu dalang bertalenta asal Gunungkidul. Saat festival dalang di Taman Budaya Gunungkidul akhir 2021 lalu, Yusuf berhasil menyabet peringkat ketiga.
Ia pun mengatakan bahwa Yusuf Ansor adalah anak didiknya.
Dalam perjalanan menjadi dalang yang laris, bertemulah Yusuf Ansor dengan wanita Sinden yang manis Namanya Dewi Mega Prastiwi. Dalam perjalanan waktu Yusuf dan Mega sempat menjalin hubungan asmara dan selalu menjadi bahan dagelan di Panggung. Tapi sayang hal ini tidak berlangsung lama, karena khabarnya hubungan mereka berakhir. Setelah hubungan asmara mereka berakhir Mega tidak pernah lagi tampil di Pertunjukan wayang Ki Yusuf Ansor.
Banyak penggemar yang kecewa atas kejadian tersebut karena dari hubungan mereka berdua sebenarnya telah melahirkan grup penggemar yang namanya MASDAGA LOVERS, dan akhirnya grup penggemar inipun bubar.
Yusuf mungkin tidak sadar karena semakin terkenal namanya semakin banyak pula penggemarnya, salah satunya adalah Elisa, walaupun ini mungkin bukan salah satu penyebab berakhirnya hubungan mereka tapi yang jelas semakin besar namanya semakin berat membawanya. Yusuf dan Mega sekarang sudah punya jalan masing masing, dan sepertinya keduanya semakin sukses dalam menjalankan bisnisnya masing masing.
Komentar