Judul: "Pertama Kali Lihat Kamu"
> [Scene 1: Lapangan sekolah – Sore hari, latihan ekstrakurikuler gabungan OSIS & Basket]
(Suasana agak ramai, ada beberapa murid sedang ngobrol dan latihan. Kamera fokus ke Rama, siswa basket, lagi minum sambil duduk di pinggir lapangan.)
Rama (monolog, dalam hati):
"Siapa dia? Kok baru lihat... Anak OSIS ya? Kenapa deg-degan gini sih?"
(Tampak Sinta berdiri agak jauh, memegang clipboard, mengamati kegiatan sambil menulis sesuatu. Senyumnya hangat.)
Rama (lagi, dalam hati):
"Ngapain liatin dia terus... Ah, jangan norak, Ram."
> [Scene 2: Masuk teman Rama, si Dani]
Dani:
"Eh, lo ngelamun mulu. Haus cinta, Ram?"
Rama:
"Hah? Nggak lah. Gue cuma... ini, mikirin strategi latihan."
Dani:
"Strategi? Itu mata lo dari tadi ngarah ke anak OSIS itu terus. Yang namanya Sinta tuh."
(Rama panik, langsung berdiri dan pura-pura stretching.)
Rama:
"Sinta ya namanya? Bagus juga namanya..."
> [Scene 3: Sinta mendekat – karena dia harus minta data nama anggota ekstrakurikuler]
Sinta:
"Maaf, kamu Rama, kan?"
Rama: (kaget, hampir jatuhin botol minum)
"Eh, iya! Aku... Rama. Eh, maksudnya... iya, saya Rama."
Sinta: (senyum sopan)
"Ini, aku mau kumpulin nama-nama anggota untuk laporan. Bisa isi ini dulu?"
(Sinta sodorkan clipboard. Rama menerima dengan tangan gemetar sedikit.)
Rama:
"Eh... iya, tentu. Pena, boleh minjem—eh, maksudnya, makasih..."
(Dia isi cepat-cepat. Sinta senyum sedikit karena lihat Rama gugup.)
Sinta:
"Terima kasih ya. Latihannya semangat, Rama."
Rama:
"Kamu juga… eh, maksudnya… semangat juga nulisnya. Maksudnya, OSIS-nya..."
(Sinta tertawa pelan, lalu jalan pergi. Rama menatap kepergiannya sambil cengar-cengir sendiri.)
Dani: (datang lagi)
"Bro... lo grogi kayak lagi daftar nikah barusan."
Rama: (senyum malu)
"Kayaknya... gue pengen latihan tiap hari sekarang."
---
Judul Bagian 2: "Namanya Sinta"
> [Scene 1: Malam hari – Kamar Rama, jam 21.30]
(Rama duduk di meja belajar. Buku terbuka, tapi dia malah bengong sambil muter-muter pulpen.)
Rama (monolog, dalam hati):
"Sinta ya... Namanya manis. Senyumnya juga..."
> (Close-up buku catatan. Tertulis “Sinta” di pojok bawah halaman, ditulis kecil-kecil berkali-kali.)
Rama (lagi):
"Anak OSIS... Kelas berapa ya? Kelas 11 juga nggak sih? Rumahnya di mana? Naik motor atau dijemput? Suka warna apa, makanan favoritnya apa..."
> (Dia rebahan di kasur, menatap langit-langit.)
Rama:
"Halah... lo kenapa sih, Ram. Baru juga ngobrol satu menit."
> (HP-nya berbunyi. Chat dari Dani.)
Dani (chat):
Bro, tugas Fisika udah lo kerjain belom?
Rama (chat):
Belum. Lagi mikirin hal penting.
Dani:
Jangan bilang lo masih mikirin anak OSIS itu?
Rama:
...
Namanya Sinta.
Dan ya. Gue masih mikirin dia.
> (Dani ngirim stiker ketawa. Lalu Rama diam lagi.)
Rama (lagi, dalam hati):
"Gue harus tahu lebih banyak soal dia. Tapi gimana caranya?"
> (Dia buka Instagram. Search: “Sinta OSIS SMA Garuda”... Ketemu satu akun. Private.)
Rama:
"Hmm... Foto profilnya dia banget. Tapi... follow nggak ya? Aduh, jangan kelihatan desperate dong."
> (Dia pencet tombol follow. Lalu langsung lempar HP ke kasur kayak habis nembak cewek.)
Rama:
"Astagaaa... Gue kenapa sih jadi lebay begini."
> (Lalu diam sebentar, sambil senyum sendiri.)
Rama (pelan):
"Tapi... rasanya seru, ya."
---
Bagian 3: “Belum Difollback”
> [Scene 1: Kamar Rama – Pagi hari, alarm bunyi]
(Rama bangun, langsung cek HP. Matanya langsung menuju ikon Instagram.)
Rama (monolog, dalam hati):
"Pasti semalam udah follback... kan?"
> (Buka Instagram. Masih "Requested")
Rama:
"Aduh... Belum juga..."
> (Dia rebahan lagi. Menutup wajah pakai bantal.)
Rama:
"Kenapa sih gue kayak orang nungguin hasil ujian nasional."
---
> [Scene 2: Di kelas – Siang hari, saat istirahat]
(Rama duduk sambil ngeliatin HP di bawah meja. Dani duduk di sebelah.)
Dani:
"Lo dari tadi ngeliatin HP mulu. Udah, dia nggak bakal follback secepet itu, bro."
Rama:
"Kenapa nggak? Kan gue udah bantu isi data kegiatan kemarin. Minimal... kan, ya, ngasih kesempatan buat kenalan..."
Dani:
"Bro, cewek nggak kayak aplikasi online. Nggak langsung klik trus cocok."
> (Rama ngelamun. Zoom in wajahnya dramatis.)
Rama (dalam hati):
"Apa dia nggak notice? Apa aku nulis nama jelek kemarin? Apa aku kelihatan cupu? APA GUE KEBANYAKAN NGETIK?"
---
> [Scene 3: Hari-hari berlalu – montage panel: Rama lagi ngeliat IG setiap pagi, siang, malam]
Hari ke-2: masih “Requested”
Hari ke-3: Rama ngapus request lalu follow ulang (pura-pura iseng)
Hari ke-4: Cek IG Sinta tapi tetap dikunci
Hari ke-5: Lihat Sinta online, tapi nggak ada tanda-tanda
Hari ke-6: Ngelihat Sinta story, tapi nggak bisa lihat isinya karena akun dikunci
---
> [Scene 4: Kamar Rama – Malam hari]
(Rama duduk nulis di buku catatan. Halaman penuh coretan nama Sinta.)
Rama (dalam hati):
"Mungkin dia nggak suka anak basket. Atau mungkin dia mikir aku penguntit. Duh."
> (Tiba-tiba HP berbunyi. Notifikasi Instagram.)
Rama (kaget, deg-degan):
"Jangan bilang...!"
> (Tapi ternyata bukan notif follback. Cuma iklan promo skincare.)
Rama:
"Aduh... Instagram, tega banget lo."
---
ENDING Bagian 3:
> (Zoom in wajah Rama di kamar, lampu redup, HP menyala, dan tulisan di layar tetap “Requested”)
Rama (senyum getir):
"Ternyata nungguin follback bisa semenyiksa ini..."
---
Wah, ini seru banget alurnya! Jadi:
Sinta udah lihat profil Rama, mulai penasaran, tapi belum follback (bikin Rama makin galau).
Mereka ketemu lagi di pelatihan basket, dan ada momen kecil tapi manis yang bikin hubungan mereka mulai lebih dekat.
Langsung aku buatin ya, Bagian 4: “Lagi-Lagi Kamu”
---
Bagian 4: "Lagi-Lagi Kamu"
> [Scene 1: Kamar Sinta – Malam hari]
(Sinta duduk di tempat tidur, scroll Instagram. Muncul akun: @ramaaa_11. Sinta buka profil Rama.)
> (Profil Rama terlihat: foto pakai jersey, beberapa foto latihan basket, caption sederhana. Di salah satu fotonya, ada komentar dari temannya: "Si paling diem tapi jago dunk shot.")
Sinta (monolog, dalam hati):
"Hmm… ini si Rama yang kemarin ya. Kayaknya anaknya pendiam… Tapi lucu juga sih waktu gugup itu."
> (Dia scroll-scroll, lalu diam sebentar. Jari udah hampir pencet tombol “Confirm”, tapi dia berhenti.)
Sinta:
"Ah, nanti aja. Biar penasaran dikit."
> (Dia taruh HP-nya, senyum sendiri.)
---
> [Scene 2: Lapangan sekolah – Pelatihan basket minggu berikutnya]
(Rama lagi latihan lempar bola. Peluh bercucuran. Dari kejauhan, dia melihat Sinta datang lagi—bawa clipboard seperti minggu lalu.)
Rama (monolog):
"Dia dateng lagi? Aduh, jangan gugup. Biasa aja, Ram. Lo udah follow tiga kali, masa pas ketemu lagi diem kayak batu..."
> (Sinta berdiri di pinggir lapangan, mencatat sesuatu. Lalu tiba-tiba bola basket menggelinding ke arah dia.)
Sinta:
"Eh—"
> (Dia reflek ambil bolanya. Rama datang menghampiri.)
Rama:
"Eh... Maaf, bolanya nyasar."
Sinta:
"Tenang aja. Aku nggak apa-apa, kok."
> (Dia serahkan bola ke Rama. Saat tangan mereka bersentuhan sedikit, keduanya diam sebentar.)
Sinta:
"Kamu rajin ya. Minggu lalu juga hadir."
Rama:
"Iya... Latihan kan penting. Apalagi kalau yang ngamatin juga rajin."
(langsung nyesel ngomong itu)
Rama:
"Eh—maksud aku, ya... kamu rajin banget gitu datangin semua latihan."
> (Sinta tersenyum, lalu diam sebentar.)
Sinta:
"Rama... kamu yang follow aku di Instagram, kan?"
Rama (kaget):
"Eh—ya... iya, itu aku..."
Sinta:
"Akun kamu rapi, ya. Nggak banyak gaya. Aku suka orang yang kayak gitu."
> (Rama senyum, kaget dan senang sekaligus.)
Rama:
"Eh... makasih. Tapi... kenapa belum di-accept?"
Sinta: (senyum kecil, matanya nakal dikit)
"Kalau semuanya cepet, nanti nggak seru dong. Kan kamu suka latihan, berarti suka proses, kan?"
> (Sinta balik badan, jalan pergi pelan-pelan sambil catat sesuatu. Rama bengong, senyum lebar.)
Rama (dalam hati):
"Oke. Gue siap nunggu. Selama itu ending-nya kamu."
---
Sinta akhirnya follback Rama (YES! Tapi...),
---
Bagian 5: “Kok Nggak Dateng, Sin?”
> [Scene 1: Pagi hari – Kamar Rama]
(Rama bangun tidur, buka HP, notifikasi: “Sinta telah menerima permintaan pertemananmu”)
Tulisan di layar: “@sinta.osis has followed you back”
Rama:
"Hah?! Di-follback?!!" Yess!
> (Dia loncat dari kasur, putar badan kayak di iklan sabun. Lalu scroll cepat profil Sinta.)
Rama (dalam hati):
"Beneran dia... Foto senyumnya... caption-nya lucu... suka matcha latte?! Wah, ini jodoh sih."
> (Dia mau balas story, tapi ragu. Lalu malah ngetik, hapus, ngetik lagi.)
Rama (ngomong sendiri):
"Jangan kelihatan norak... Nanti aja ketemu langsung pas latihan sore."
---
> [Scene 2: Sore hari – Lapangan basket]
(Rama udah datang duluan, rambut dirapiin, semprot parfum dikit. Pasang tampang sok cool.)
Dani:
"Lo rapi banget, Ram. Latihan atau kencan nih?"
Rama:
"Hehe... nggak lah. Cuma biar enak diliat... sama siapa gitu..."
> (Waktu berlalu. Latihan mulai. Tapi Sinta nggak kelihatan. Rama mulai celingukan.)
Rama (dalam hati):
"Kok nggak dateng ya? Biasanya dia udah nulis-nulis dari awal."
> (Setengah jam lewat. Masih nggak ada tanda-tanda.)
Rama (ngomong ke Dani, pura-pura santai):
"Eh, Sin—eh, maksudnya anak OSIS biasanya dateng jam berapa sih?"
Dani:
"Hah? Sinta? Lah dia bilang nggak bisa dateng hari ini. Tadi temen OSIS-nya ngomong."
Rama:
"Oh... gitu ya."
> (Rama pura-pura lanjut latihan, tapi kelihatan males dan nggak fokus. Beberapa kali lemparan bolanya ngaco.)
Pelatih:
"Rama, konsentrasi dong! Bola bukan buat pelampiasan cinta!"
> (Teman-teman ketawa. Rama senyum malu-malu.)
---
> [Scene 3: Malam hari – Kamar Rama]
(Rama duduk di kasur sambil pegang HP, buka profil Sinta. Story barunya muncul: “Hari ini istirahat dulu~ ☕📚”)
Foto: Sinta di kafe, senyum sambil baca buku.
Rama (dalam hati):
"Oh… jadi dia nggak dateng karena itu. Pantesan."
> (Dia ketik DM: “Latihannya sepi tanpa kamu. 😅”)
Lalu... hapus lagi.
Lalu ketik lagi: “Tadi latihan, kamu nggak dateng ya?”
Hapus lagi.
Akhirnya cuma kirim emoji 👀 ke story-nya.)
Rama:
"Udahlah, pelan-pelan aja. Yang penting... dia udah follback."
---
Bagian 6: "Dia Balas, Tapi..."
> [Scene 1: Kamar Rama – Malam hari, HP bunyi]
(Notif: DM dari Sinta. Balasan dari story yang Rama reply dengan emoji 👀)
Sinta:
Latihan tadi rame? Aku izin, ada tugas yang harus diselesaikan.
> (Rama senyum lebar, langsung duduk tegak kayak dapet surat cinta.)
Rama:
Sepi. Biasanya ada yang muter-muter sambil bawa clipboard, bikin lapangan jadi rame.
Sinta:
Haha. Fokus latihan, Ram. OSIS kan cuma pantau, bukan hiburan 😄
Rama (monolog):
"Kok balasnya biasa aja, ya? Tapi... ya udah lah. Yang penting dibales."
---
> [Scene 2: Sinta – di kamarnya, sambil ngetik di laptop]
(Chat masuk dari Rama. Dia baca, lalu senyum dikit, lalu lanjut kerja.)
Sinta (monolog, dalam hati):
"Anaknya sopan. Bercandanya juga nggak lebay. Tapi... masih belum kelihatan karakternya jelas."
> (Dia buka profil Rama lagi. Lihat postingan waktu Rama ikut turnamen basket. Ada foto Rama nerima piala. Caption temannya: “Man of the match kita!”)
Sinta:
"Hmm... jago juga ya. Tapi apa dia juga rajin di kelas? Atau cuma jago main doang?"
---
> [Scene 3: Chat lanjut – Rama & Sinta]
Rama:
Besok latihan lagi. Kamu dateng?
Sinta:
Mungkin. Lihat situasi dulu. Tapi kamu semangat aja, meski aku nggak dateng kan? 😁
Rama:
Yaa... semangatnya 90% kalau kamu dateng. 60% kalau nggak.
Sinta:
Hmm. Jangan gantungin semangat ke orang lain, Ram. Nanti capek sendiri. 😊
> (Rama baca pesan itu, langsung diem. Lalu senyum kecil.)
Rama (dalam hati):
"Dia beda. Nggak kayak cewek-cewek lain yang langsung haha hihi. Tapi justru itu yang bikin gue makin pengen tahu lebih."
---
> [Scene 4: Hari berikutnya – Di sekolah, Sinta ngobrol sama temennya (sama-sama anak OSIS)]
Teman Sinta:
"Eh, kamu kenal deket ya sama si Rama anak basket?"
Sinta:
"Nggak juga sih. Kenal aja. Kenapa?"
Teman Sinta:
"Dia itu top skor waktu turnamen antar sekolah semester lalu, lho. Orangnya diem, tapi pas main ngeri."
Sinta (senyum tipis):
"Ya... aku liat dia diem. Tapi mungkin ada yang dia simpen di dalam."
---
ENDING Bagian 6:
> (Di dua tempat berbeda: Rama di kamar buka chat terakhir dari Sinta sambil senyum,
Sinta di kamarnya buka profil Rama lagi, tapi matanya tetap tenang dan penuh analisis.)
Sinta (dalam hati):
"Kita lihat... apa kamu konsisten, Rama."
---
Bagian 7: “Nggak Bisa Sembarangan”
> [Scene 1: Lapangan sekolah – Sore hari, istirahat pelatihan basket]
(Rama duduk di bangku pinggir lapangan, lagi minum. Dari jauh, dia lihat Sinta lagi ngobrol dengan cowok lain—anak OSIS juga, pakai kemeja rapi, ekspresi percaya diri.)
Rama (monolog, dalam hati):
"Itu... siapa? Kok deket banget? Eh, ngelawak... Masa gue cemburu orang belum jadi apa-apa juga."
> (Cowok itu ngasih sesuatu ke Sinta, semacam brosur acara sekolah. Sinta ketawa kecil. Lalu jalan pergi.)
> (Rama menatap kosong sambil ngegigit sedotan botol minum.)
---
> [Scene 2: Kelas – Hari berikutnya, istirahat. Dani datang sambil bawa gorengan.]
Dani:
"Lo kenapa sih dari tadi kayak kucing ditinggal majikan? Jangan bilang lo liat Sinta ngobrol sama Raka."
Rama:
"Raka? Yang anak OSIS yang pinter ngomong itu?"
Dani:
"Yoi. Dia juara debat antar sekolah semester lalu. Katanya sih banyak yang ngira dia cocok banget sama Sinta."
> (Rama diam, nggak jawab.)
Dani:
"Bro, santai. Lo juga punya poin. Anak basket, santun, nggak neko-neko."
Rama:
"Iya sih... tapi gue jadi mikir, jangan-jangan selama ini gue terlalu santai. Padahal kalau ngadepin cewek kayak Sinta... nggak bisa main asal tembak. Harus tahu diri."
Dani:
"Jangan minder dulu. Lo itu beda. Justru karena lo nggak pamer, dia notice. Tapi... kalau emang serius, ya tunjukin. Bukan cuma lewat emoji."
---
> [Scene 3: Kamar Rama – Malam hari, Rama buka chat DM Sinta]
(Terakhir mereka ngobrol tiga hari lalu. Sinta tetap balas, tapi selalu singkat, sopan, dan “kalem.”
Rama mulai ngetik sesuatu. Lalu hapus. Lalu ngetik lagi.)
Rama (dalam hati):
"Gue mau deketin dia bukan buat pamer. Tapi buat tahu dia lebih jauh. Tapi... kalau caranya salah, malah keliatan norak."
> (Akhirnya Rama ngetik singkat dan jujur.)
Rama:
Boleh nggak... aku sesekali ngajak ngobrol langsung? Bukan cuma lewat chat.
> (Dia kirim. Lalu langsung lempar HP ke bantal.)
---
> [Scene 4: Kamar Sinta – Beberapa saat kemudian]
(Sinta baca pesan itu. Lalu diam sebentar. Dia nggak langsung bales. Dia buka IG Rama lagi, lihat foto-fotonya.
Lalu dia lihat sorotan story Rama—tentang latihan, buku yang sedang dia baca, dan satu foto piala lomba.)
Sinta (dalam hati):
"Dia bukan cuma anak basket. Tapi orang yang mikir dulu sebelum bicara. Itu jarang."
> (Akhirnya dia bales singkat.)
Sinta:
Boleh. Tapi aku nggak suka basa-basi. Jadi siap ya ditanya-tanya balik :)
> (Rama baca, mata langsung berbinar.)
Rama (pelan):
"Siap. Gue nggak main-main."
---
ENDING Bagian 7:
> (Tampilan split-screen: Sinta menutup laptop, senyum kecil sambil tiduran; Rama nulis sesuatu di notes kecilnya dengan semangat baru.)
Rama (dalam hati):
"Gue nggak akan jadi cowok yang bikin dia nyesel pernah ngizinin ngobrol."
---
Bagian 8: “Bukan Karena Kata, Tapi Karena Sikap”
> [Scene 1: Sekolah – Hujan deras, jam pulang sekolah]
(Halaman sekolah ramai. Banyak siswa berkumpul di teras depan karena hujan turun deras tiba-tiba. Rama berdiri sambil menatap hujan. Di kejauhan, ada anak kelas 10 (laki-laki) yang kakinya pincang, berdiri sendirian sambil membawa tas berat.)
> (Beberapa siswa lewat begitu saja, tidak memperhatikan.)
> (Rama melihat anak itu, lalu berjalan ke arah dia.)
Rama:
"Sendirian? Mana payung kamu?"
Anak:
"Tadi temen saya lupa balikin, Kak."
Rama:
"Udah, sini. Nanti pulangnya bareng aku aja."
> (Rama buka tasnya, keluarin jas hujan tipis, lalu dia pasangkan ke anak itu. Lalu dia buka tas si anak, bantuin bawa bukunya. Rama sendiri tetap kehujanan separuh tubuhnya.)
Anak:
"Tapi... Kakak nggak bawa jas hujan juga?"
Rama:
"Nggak apa-apa. Jas hujan itu bukan buat yang kuat, tapi buat yang butuh."
> (Mereka jalan bareng menembus hujan.)
---
> [Scene 2: Dari sudut lain – Di balik jendela lantai dua gedung OSIS, Sinta melihat kejadian itu.
Dia tadinya hendak turun, tapi berhenti begitu melihat Rama dengan si anak itu.]
> (Matanya tidak berkedip. Diam. Lalu perlahan... senyum tipis muncul di wajahnya.)
Sinta (dalam hati):
"Dia nggak tahu kalau aku lihat. Dan dia nggak melakukannya untuk dilihat siapa-siapa."
---
> [Scene 3: Malam hari – Kamar Sinta, pegang HP, buka DM Rama]
> (Dia scroll ke atas. Lihat ulang percakapan mereka. Lalu dia ketik sendiri:)
Sinta:
Hari ini kamu nganterin adik kelas pulang ya?
Aku lihat dari jendela.
Rama (kaget, baca DM):
Oh... iya. Kamu lihat ya? Hehe.
Dia nggak punya jas hujan. Aku cuma bantu sedikit.
Sinta:
Sedikit buatmu. Tapi mungkin besar buat dia.
Rama... kamu bukan cuma anak basket. Kamu manusia yang bisa diandalkan.
> (Rama diam membaca. Tangannya sedikit gemetar. Senyum pelan.)
Rama (pelan):
"...itu pertama kalinya dia manggil nama gue... tanpa emoji."
---
> [Scene 4: Split scene: Rama duduk sendiri di kamar sambil lihat DM itu berulang kali.
Sinta juga, menutup HP pelan, menatap langit-langit kamar. Keduanya dalam diam... tapi dalam hati yang sama-sama bergetar.)
Sinta (dalam hati):
"Mungkin... kamu bukan cowok paling vokal. Tapi hari ini kamu yang paling terasa."
---
Bagian 9: "Cerita dari Jalanan"
> [Scene 1: Kelas OSIS – Siang hari, Sinta duduk sambil menulis laporan. Temannya, Nara, datang membawa kotak proposal.]
Nara:
"Eh, Sin, kamu tahu nggak... tadi si Rama anak basket itu kayaknya gila banget deh."
Sinta (angkat alis):
"Gila kenapa?"
Nara:
"Pas aku mau ke minimarket dekat sekolah tadi, aku lihat dia di pinggir jalan. Ada pengemis tua yang cuma pakai celana, bajunya sobek semua. Terus Rama... buka kaosnya sendiri dan ngasih ke bapak itu."
Sinta (terdiam):
"...serius?"
Nara:
"Serius banget. Aku kira dia mau ganti baju atau apa gitu. Tapi nggak, dia bener-bener ngasih bajunya. Dan dia sendiri pulang cuma pakai kaos dalam. Sumpah, aku sampe merinding."
> (Sinta pelan-pelan menaruh pulpen, lalu diam memandangi meja. Pandangannya kosong tapi hatinya bergetar.)
Nara:
"Aku sih udah tahu dia anak baik. Tapi segitunya... ya ampun."
---
> [Scene 2: Di luar sekolah – Beberapa jam kemudian, Sinta jalan sendirian sambil menatap ke depan. Angin sepoi-sepoi, wajahnya serius tapi tenang.]
Sinta (monolog, dalam hati):
"Dia... ngasih bajunya sendiri. Nggak ada yang nyuruh. Nggak ada yang lihat. Nggak ada kamera."
> (Flashback sekilas saat dia lihat Rama bantu adik kelas minggu lalu, dan saat dia latihan dengan tekun.)
Sinta:
"Aku pikir aku udah cukup dewasa buat tahu siapa yang tulus dan siapa yang sekadar tampil. Tapi kamu... lebih dari yang aku bayangkan, Ram."
---
> [Scene 3: Malam hari – Chat Instagram, Rama menerima pesan baru dari Sinta]
Sinta:
Tadi kamu pulang pakai kaos dalam ya?
> (Rama kaget, baca pelan.)
Rama:
Hehe iya... kok tahu?
Ada kejadian kecil. Aku ketemu orang yang lebih butuh baju itu daripada aku.
Sinta:
Kamu tahu nggak... itu hal paling tulus yang aku dengar minggu ini.
Bahkan bulan ini.
Rama (balas):
Nggak niat bikin orang terharu, Sin. Aku cuma nggak tega lihat orang tua begitu. Aku masih bisa pulang, masih punya banyak baju di rumah.
> (Sinta membaca, lalu matanya berkaca-kaca. Dia tidak langsung membalas. Hanya mengetik... hapus... lalu akhirnya mengirim pesan singkat.)
Sinta:
Makasih... karena kamu membuktikan bahwa kebaikan masih ada.
> (Rama membaca pesan itu, lalu meletakkan HP pelan, matanya menatap ke luar jendela. Bukan senyum lebay, tapi senyum penuh makna.)
Rama (dalam hati):
"Kalau kebaikan bisa sampai ke hatimu, itu cukup."
---
Ending Bagian 9:
> (Sinta duduk di kamar, diam, tapi matanya hangat.
Dia buka catatan harian digitalnya, lalu menulis:)
Hari ini aku makin percaya. Ternyata ada orang yang tidak cuma peduli... tapi juga berani bertindak. Dan itu... Rama.
---
Bagian 10: "Tanda yang Tak Ingin Dilihat"
> [Scene 1: Sekolah – Halaman lapangan, sore hari]
(Ada acara kecil perayaan ulang tahun sekolah. Stand makanan, lomba kecil, dan live musik akustik. Rama datang bersama teman-temannya.)
> (Sinta juga hadir, tapi datang agak belakangan. Dia pakai jaket OSIS, terlihat kalem seperti biasa.)
Nara (teman Sinta):
"Eh, itu si Rama kan? Sama siapa tuh? Deket banget."
> (Sinta menoleh. Matanya menangkap Rama sedang bercanda dan tertawa lepas bareng Rani, cewek kelas sebelah, yang memang cukup populer dan cerewet. Mereka terlihat akrab — terlalu akrab menurut Sinta.)
Sinta (diam, lirih):
"...oh."
> (Dia pura-pura tetap bicara sama Nara, tapi matanya terus melirik ke arah mereka. Dadanya agak sesak. Bukan karena sakit... tapi karena bingung dengan rasa yang baru.)
---
> [Scene 2: Malam harinya – Kamar Sinta, HP-nya terbuka di DM Instagram Rama]
> (Dia baca-baca ulang percakapan mereka. Tangannya berhenti di satu chat:)
Makasih ya, Rama. Karena kamu membuktikan kebaikan itu nyata.
> (Lalu dia scroll ke bawah. Tak ada chat terbaru dari Rama sejak beberapa hari lalu. Sinta menghela napas pelan.)
Sinta (dalam hati):
"Kenapa sih... kamu tiba-tiba terasa jauh? Apa karena aku terlalu biasa? Atau... kamu beneran suka cewek yang rame itu?"
> (Dia ketik sesuatu, lalu hapus. Ulang lagi. Diam. Akhirnya, dia kirim pesan singkat.)
Sinta:
Rama, kamu akrab ya sama Rani? :)
> (Beberapa menit kemudian, Rama balas.)
Rama:
Rani? Oh, iya. Tadi ngobrol soal lomba 17-an. Dia minta bantuin cari tim basket cewek.
Sinta:
Kamu keliatan deket banget.
> (Rama agak bingung, lalu menjawab jujur.)
Rama:
Hehe, mungkin karena Rani emang orangnya rame banget. Tapi aku ya biasa aja, sih. Kenapa?
> (Sinta nggak langsung jawab. Lalu, setelah beberapa detik... dia mengetik.)
Sinta:
Nggak. Cuma nanya aja.
---
> [Scene 3: Rama – di kamar, menatap layar. Perlahan dia bersandar di kasur, mikir.]
Rama (dalam hati):
"Dia nanya soal Rani. Tumben.
Apa... dia mulai ngerasa sesuatu? Atau jangan-jangan dia malah ilfeel?"
---
> [Scene 4: Sinta – menutup HP. Lalu menatap langit-langit.]
Sinta (dalam hati):
"Aku nggak bisa marah. Aku juga nggak punya hak. Tapi kenapa rasanya sesakit ini?"
---
> *[Scene 5: Keesokan harinya – Lapangan sekolah. Sinta duduk di tribun, Rama lewat. Tatapan mereka beradu.
Keduanya saling menyapa... dengan senyum tipis. Tapi... ada jeda. Ada yang belum selesai dibicarakan. Ada yang belum tersampaikan.
Dan hanya mereka yang tahu... bahwa semuanya berubah dari dalam."
---
🧠 Catatan Emosi Cerita Ini:
Sinta jatuh cinta diam-diam, tapi masih menjaga gengsi dan kontrol.
Rama mulai ragu karena sinyal Sinta tak jelas, dan secara natural bersikap biasa.
Cemburu adalah pembuka kenyataan emosional yang tak bisa ditahan lagi.
---
Komentar